Teknologi dan Inovasi Industri

Daya saing di bidang industri suatu negara ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya adalah kesiapan dalam penerapan dan penguasaan teknologi, yang kedua adalah kemampuan untuk berinovasi.

Peran penelitian dan pengembangan (litbang) sangat penting dalam mendukung program pengembangan industri, negara maju telah menyadari hal tersebut dan mulai menikmati hasilnya dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga mampu mensejahterakan rakyat yang lebih baik.

JIka bangsa ingin maju, kita harus meningkatkan kemampuan dalam penguasaan teknologi dan berinovasi dalam industri,

BPPI mempunyai 23 satker balai (11 balai besar, 11 baristand industri dan 1 balai sertifikasi industri), dengan jumlah SDM peneliti 281 orang dan perekayasa sebanyak 53 orang.

Dunia usaha khususnya sektor industri sangat membutuhkan litbang terapan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya, antara lain:


Litbang yang mengarah dalam subsitusi bahan baku atau bahan penolong dalam rangka menurangi ketergantungan industri nasional terhadap impor.

Indonesia ke depan menghadapi tantangan yang cukup berat, pertama turbulensi ekonomi dunia yang berkepanjangan belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, sangat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, kondisi ini berdampak secara cepat pada sektor perdagangan luar negeri, permintaan akan barang dan jasa dari Indonesia juga mengalami penurunan signifikan, dan

Membanjimya produk-produk impor di pasar dalam negeri sebagai konsekuensi liberalisasi perdagangan dunia.

Arus liberalisasi perdagangan dunia tersebut pada hampir semua komoditi telah membuat posisi perdagangan internasional kita semakin tertekan. Kinerja perdagangan Indonesia dengan beberapa negara mitra utama telah menunjukkan defisit yang cukup tinggi, di antaranya dengan Australia, China, Jepang dan Korea Selatan. 

Sedangkan perdagangan dengan ASEAN, kita mengalami defisit dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan bahkan Vietnam.

Dari sisi jenis produk, daya saing produk-produk industri barang modal dan barang konsumsi Indonesia masih relatif lebih rendah.
Ini ditandai dengan neraca defisit pada kedua jenis produk industri tersebut dengan negara-negara mitra utama. Satu-satunya komoditi dengan neraca positif/surplus adalah bahan baku, yang hanya memberikan nilai tambah yang relatif rendah dibandingkan dengan eskpor produk industri.

Instrumen Tarif Bea Masuk untuk membendung laju pertumbuhan impor praktis sudah tidak dapat digunakan lagi. Tarif rata-rata MFN (Most Favoured Nation) Indonesia sudah sangat rendah, bahkan dibandingkan dengan negara maju, yakni rata-rata dikisaran 6,8 persen. 

Walaupun sudah demikian rendahnya, Indonesia masih terus diminta untuk menurunkan tarif lebih rendah lagi melalui forum bilateral, regional, dan plurilateral. Sementara itu defisit perdagangan produk industri dalam 5 (lima) tahun terakhir semakin melebar, terutama untuk barang modal termasuk produk komponen/ penunjang.

Dengan tarif rata-rata MFN seperti ini, Indonesia dapat dikatakan lebih liberal dari pada negara-negara dengan kekuatan ekonomi yang hampir sama atau lebih besar, seperti negara Cina tarif MFN 9,1 persen, Brazil 13,7 persen, India 13 persen dan Korea 12,1 persen. 

Dengan tarif MFN yang demikian rendah ini, Indonesia dengan potensi pasar domestiknya merupakan tujuan ekspor yang menarik bagi negara lain.

Dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,31 persen sejak tahun 2010-2012 paska krisis global pada tahun 2009, dan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,02 persen pada Triwulan 1 tahun 2013 menjadikan Indonesia sebagai Captive Market yang menarik bagi negara mitra dagang.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk melindungi pasar dalam negeri dari serangan impor maka diperlukan SMART Regulations berupa kebijakan teknis NTMs (Non Tariff Measures) dan instrumen kebijakan lainnya. 

Klasifikasi langkah-langkah Non Tariff adalah Technical measures: penerapan Sanitary and Phytosanitary (SPS) misalnya untuk produk pangan, Technical Barrierto Trade misalnya melalui penerapan Standar, Expon. measures: penerapan pemberian insentip ekspor termasuk memberikan subsidi ekspor).

Penerapan instrumen-instrumen untuk mengamankan pasar dalam negeri dari serbuan barang-barang impor perlu dilakukan koordinasi lintas sektoral dan harus dikawal agar dapat dilaksanakan secara konsekwen dan konsisten tanpa dipengaruhi oleh tekanan-tekanan negara mitra dagang serta menghindari praktek-praktek penyelundupan (smuggling).

Di samping itu penerapan instrumen kebijakan tersebut harus didampingi dengan kebijakan-kebijakan jangka menengah dan panjang, yang bersifat sektoral seperti kebijakan pengembangan komoditas pertanian, perkebunan dan kehutanan; minyak dan gas serta Minerba, mendorong hilirisasi industri mengolah bahan baku menjadi barang setengah jadi dan barang jadi untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi.

Sumber : Neraca

Comments

Popular posts from this blog

Landasan Hukum Sentra IKM

Perkembangan Industri Alat Transportasi